MDKIK UGM – Program Studi Magister Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan pada Rabu, 19 Juni 2024 melaksanakan kunjungan di Puro Pakualaman dalam rangka kunjungan lapangan dalam rangka perkuliahan “Kepemimpinan dan Transformasi Budaya” yang diampu oleh Dr. Pande Made Kutanegara, M.Si. dan Dr. Ridwan Ahmad Sukri, M.Hum. Kegiatan tersebut diikuti oleh 20 mahasiswa yang mengikuti mata kuliah pilihan tersebut. Dalam kesempatan tersebut mahasiswa mengikuti perkuliahan yang disampaikan oleh Nyi M.T. Sestrarukmi (Dr. Sri Ratna Saktimulya, M.Hum.) yang memberikan paparan mengenai “Lampahing Nayakaningrat: Perjalanan Menuju Kepemimpinan yang Berbudaya”.
Dr. Sakti, yang juga merupakan dosen Fakultas Ilmu Budaya Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa memberikan paparan mengenai filosofi pesan yang tercantum pada bangunan Puro Pakualaman, serta mengenai Asthabrata, yaitu delapan tindakan pengendalian diri terkait kepemimpinan menurut naskah Sestradisuhul yang ditulis pada masa Paku Alam II (1847). Dalam penjelasannya, Dr. Sakti menyampaikan bahwa seorang pemimpin diharapkan menjadi cerminan Batara Indra, yaitu selalu memperhatikan pendidikan dan memberi kesempatan orang yang dipimpinnya. Pemimpin juga dituntut untuk cerdik cendikia dan dapat menjadi tempat bertanya. Yang kedua, Batara Yama, seorang pemimpin disyaratkan untuk bersifat adil dan memiliki ketegasan dalam menegakkan hukum. Namun walau sangat tegas dalam menjatuhkan hukuman dia akan mengampuni para penjahat yang telah menjalani hukuman. Ketiga, Batara Surya, memiliki kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan dan dermawan untuk menyejahterakan rakyatnya. Seorang pemimpin juga harus menguasai kiat mengelola keuangan agar kemakmran yang dimiliki sampai ke generasi penerusnya. Keempat, Batara Candra, seorang pemimpin idealnya memiliki pesona dan kepribadian yang menarik. Seorang pemimpin akan terus menerus menebarkan benih cinta kasih sehingga rakyat yang dipimpinnya tetap setia. Batara Bayu, seorang pemimpin diisyaratan memiliki keteguhan hati dan tidak mudah dihasut. Keenam, Betara wisnu, memiliki asketis atau petapa, harus memiliki kemampuan menjaga jarak terhadap gemerlap kehidupan duniawi untuk melakkan tindakan terpuji dan memelihara keutamaan budinya. Yang ketujuh, Batara Brama, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjaga wilayahnya. Dan terakhir, Betara Baruna, seorang pemimpin harus pandai, bersahaja dan mampu mengayomi orang lain, namun pemimpin harus tetap rendah hari dalam memperdalam pengetahuan.
Kedelapan Asthabrata di atas ada dalam Buku Ajaran Kepemimpinan Kadipaten Pakualaman yang diterbitkan pada Masa Paku Alam X (2017). Kegiatan kuliah lapangan ini di akhiri tengah hari dengan foto bersama dan mengunjungi perpustakaan Pakualaman dimana mahasiswa dapat melihat secara langsung manuskrip-manuskrip kuno di Puro Pakualaman.
#SDGs4
Penulis : Clarashinta Arumdani
Foto : Clarashinta Arumdani, Arsip Mahasiswa