Menteri mengingatkan agar pengelola rumah sakit pendidikan jangan sampai menyulitkan mahasiswa untuk praktik kerja di rumah sakit selama menempuh pendidikan dokter maupun pendidikan dokter spesialis. “Jangan sampai mereka diabaikan untuk mahasiswa dari fakultas kedokteran melakukan kerja klinik di rumah sakit, apalagi mereka kena biaya, bisa jadi konflik antara rumah sakit dengan mahasiswa,”tegasnya.
Tidak hanya urusan mahasiswa, Menteri juga berpesan agar pasien yang berobat di RS Pendidikan dilayani dengan baik. “Jangan sampai merela terlantar sampai berjam-jam hanya untuk berobat,”katanya
“Pengelolaan Rumah sakit tidak bisa sendiri-sendiri tapi harus saling bersinergi dan berkolaborasi”
Hingga sampai saat ini, kata Menteri, ada 24 rumah sakit pendidikan di seluruh Indonesia. Namun, baru ada 6 rumah sakit yang sudah beroperasi. “Yang lainnya masih dalam tahap proses pembangunan,” katanya.
Rumah sakit yang dimiliki kampus negeri ini nantinya akan disinergikan dengan rumah sakit milik kementerian kesehatan dan rumah sakit swasta lainnya. Pihaknya sudah membentuk komite yang bekerja sama antara Kemenristek Dikti dan Kemenkes dalam mengembangkan academic health antar rumah sakit. “Pengelolaan Rumah sakit tidak bisa sendiri-sendiri tapi harus saling bersinergi dan berkolaborasi,” katanya.
Dirut Rumah Sakit UGM, Arif Faisal, mengatakan RS UGM merupakan satu-satunya RS yang dimiliki perguruan tinggi negeri yang telah mendapat predikat akreditasi paripurna pada bulan Desember tahun lalu. Kunjungan menteri kali ini, menurut Arif, bertujuan untuk meninjau langsung proyek pembangunan gedung pelayanan dan beberapa ruang pelayanan. “Menteri juga berkesempatan menandatangani prasasti grand opening RS UGM,” katanya.
Kunjungan Menristek Dikti ke RS UGM kali ini didampingi oleh Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Ali Ghufron Mukti, dan Direktur Sarana dan Prasarana, Amir Hamzah. (Humas UGM/Gusti Grehenson)