
Yogyakarta (26/05) – Perkembangan teknologi digital telah membuka ruang baru bagi perempuan untuk menyuarakan opini dan memperjuangkan hak-haknya di ruang publik. Topik inilah yang menjadi sorotan dalam program Obrolan Pagi RBTV Jogja bertema “Evolusi Suara Perempuan di Era Digital” yang tayang pada Senin pagi (26/5). Program ini menghadirkan tiga narasumber: Dr. Dewi Haryani Susilastuti, M.Sc., dosen dan peneliti dari Program Studi Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (MDKIK) Sekolah Pascasarjana UGM; Noviati Roficoh, mahasiswa MKIK UGM penerima beasiswa KOMDIGI yang saat ini menjabat sebagai Komisioner KPID DIY; dan Ariati Dina Puspitasari, M.Pd., Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah.
Dalam forum tersebut, Dr. Dewi menyoroti pergeseran paradigma perempuan dalam menggunakan media: dari ranah domestik menuju partisipasi aktif di ruang publik yang lebih demokratis. Ia menyampaikan bahwa media digital membuka ruang agensi yang lebih luas bagi perempuan untuk menyampaikan opini melalui berbagai kanal seperti media sosial dan podcast. Namun, kebebasan ini tetap harus dibarengi dengan tanggung jawab. Ia juga menegaskan pentingnya etika dalam komunikasi digital. Menurutnya, etika yang diabaikan bisa berujung pada dampak psikologis, khususnya bagi perempuan yang rentan terhadap perundungan siber (cyber bullying).
“Netizen memang tidak bisa kita kendalikan sepenuhnya, tapi kita bisa meminimalkan dampak negatifnya. Misalnya, banyak orang yang merekam lalu mengunggah video ke media sosial tanpa persetujuan pihak yang direkam. Tindakan seperti itu sangat tidak etis. Etika dan norma-norma sederhana dalam bermedia masih perlu ditekankan dan diajarkan,” tambahnya.
Senada dengan itu, Noviati Roficoh memaparkan pengalamannya sebagai regulator media penyiaran dimana perempuan kini memiliki akses luas untuk bersuara, namun tetap harus memperhatikan keamanan ruang digital.
“Perempuan sekarang bukan lagi sekadar pendengar, tapi juga penyuara. Dulu, perempuan hanya bersuara di ruang domestik, tapi sekarang bisa berbicara melalui media penyiaran dan media online. Namun, ruang ini juga bisa menjadi dua mata pisau,” ujar Noviati.
Ia menekankan pentingnya peran lembaga seperti KPID dalam membangun media yang lebih aman dan inklusif.
Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah, Ariati Dina Puspitasari, turut menambahkan perspektif organisasi perempuan muda. Ia menyoroti tantangan budaya patriarki yang masih memengaruhi persepsi terhadap perempuan yang aktif di media. Menurutnya, organisasi perempuan perlu terlibat aktif dalam menciptakan ekosistem digital yang adil dan mendukung pemberdayaan perempuan.
Diskusi yang dipandu oleh host Iwan Agastia ini menjadi ruang yang mempertemukan pendekatan akademik dan praktik profesional. Keterlibatan aktif dosen dan mahasiswa MDKIK UGM dalam forum-forum publik semacam ini merupakan wujud nyata dari komitmen program studi dalam menjembatani teori kepemimpinan dan inovasi kebijakan dengan dinamika sosial masyarakat. MDKIK UGM terus mendorong literasi media yang etis dan kepemimpinan perempuan berbasis refleksi kritis sebagai bagian dari transformasi sosial menuju masyarakat digital yang inklusif, adil, dan berkeadaban.
Penulis: Clarashinta Arumdani