MDKIK UGM – Prodi Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (MDKIK) Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Pantai Sepanjang Gunung Kidul pada Selasa (24/9). Kegiatan dilaksanakan di rumah eduwisata garam yang dikelola oleh Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) Tirta Bahari. Pada program tersebut, tim pengabdian menyelenggarakan workshop penyusunan model bisnis yang diikuti oleh 21 orang peserta dari KUGAR Tirta Bahari.
“Workshop penyusunan model bisnis sangat penting diselenggarakan untuk membantu nelayan menemukan model bisnis terbaiknya. Apalagi sektor usaha garam rakyat memiliki tantangan yang komplek terutama mengenai isu perubahan iklim yang berpengaruh kepada proses produksi garam” ujar Bambang Subianto, salah satu instruktur workshop dari tim pengabdian UGM, yang juga merupakan mahasiswa program Magister Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan. Bambang menambahkan, “Workshop ini dikemas dengan metode yang mudah dipahami oleh peserta. Kami menyediakan lembar kanvas model bisnis, kemudian peserta kami pandu supaya mampu menuliskan ide-idenya di selembar sticky note dan ditempelkan di setiap topik yang tertera di lembar kanvas”.
Kegiatan ini berlangsung sekitar 3 jam, dengan antusiasme peserta yang cukup tinggi dimana peserta terlibat aktif dalam diskusi tersebut. Kendala-kendala mengelola usaha garam yang sedang peserta hadapi disampaikan dengan jelas melalui metode di atas. Dari situ, ide pengembangan usaha garam juga bermunculan, ada harapan juga agar usaha garam ini semakin berkembang sehingga dapat menjadi mata pencaharian utama bagi kelompok usaha tersebut. Pada sesi tersebut, tim melakukan rekapitulasi ide yang telah tertempel di lembar kanvas, yang kemudian selanjutnya dilakukan telaah dan pengolahan data supaya model bisnis bisa terumuskan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan kelompok Tirta Bahari.
Pasca workshop ini, tim memberikan kebijakan yang sekiranya diperlukan oleh kelompok Tirta Bahari agar semakin maju. Salah satunya adalah mengoptimalkan produksi garam untuk memenuhi permintaan garam industri dan farmasi. Apalagi, kualitas garam Tirta Bahari sudah memenuhi syarat untuk itu. Hasil uji lab sampel garam Tirta Bahari didapatkan kadar NaCl mencapai 99,72%. Sudah melebihi kadar minimal industri 97%. Karena itu, kelompok Tirta Bahari memerlukan perubahan model bisnis, yang semula berfokus pada produksi garam konsumsi, menjadi berfokus pada garam industri dan farmasi. Tentunya tidak mudah, namun dengan kesadaran awal yang telah tersusun dalam model bisnis yang berkelanjutan dalam Flourishing Business Canvas (FBC), diharapkan kelompok Tirta Bahari bisa terbantu dalam mengatur langkah bisnis selanjutnya.
Salah satu tim pengabdian, Dr. Novi Widyaningrum menuturkan: “FBC merupakan alat untuk menyusun model bisnis yang memperhatikan aspek keberlanjutan (sustainability) yaitu bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan secara ekonomi saja, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan dampak positif ke Masyarakat sosial di sekitarnya”.
Nelayan sangat rentan dengan perubahan iklim yang menyebabkan cuaca di laut tidak menentu. Kerena itu, Nelayan memerlukan mata pencaharian ganda supaya bisa menjaga resiliensi terhadap perubahan iklim. Amanah SDGs ke-1 dan ke-2 yaitu tanpa kemiskinan dan tanpa kelaparan bisa terselesaikan apabila kedaulatan ekonomi nelayan telah tercapai. Demikian juga dengan SDGs ke-14 yang menyangkut kehidupan bawah laut (life below water) mengharuskan segala aktivitas yang berlangsung di laut, harus senantiasa menjaga ekosistem laut supaya tetap lestari. Kondisi ini relevan dengan sektor garam rakyat yang memanfaatkan air laut sebagai bahan baku utama pembuatan garam. Jadi, model bisnis usaha garam rakyat yang berkelanjutan bisa berjalan beriringan dengan Amanah SDGs ke-14 ini.